Dapatkah Koperasi Menjadi Solusi Masalah Ekonomi Negeri?

Oleh : Sitti Kamariah (Aktivis Muslimah) 

Deteksijambi.com ~ Pemerintah Kabupaten ( Pemkab) Paser telah menuntaskan target dari Pemerintah Pusat, berupa terbentuknya Koperasi Merah Putih di setiap desa dan kelurahan yang selesai pada 30 Juni 2025. Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop UKM) Kabupaten Paser mencatat, pembentukan Koperasi Merah Putih mencapai 100 persen pada 30 Juni 2025 sekitar pukul 20.32 WITA. (www.pusaranmedia.com, 01/07/2025) 

Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto, dimana setiap koperasi yang telah terbentuk bisa mengajukan pinjaman modal usaha ke bank maksimal Rp 3 miliar. Koperasi ini diklaim akan menciptakan dua juta lapangan pekerjaan, mencegah masyarakat terjerat pinjaman online (pinjol) dan rentenir, hingga menawarkan keuntungan Rp1 miliar per tahun.

Landasan hadirnya Koperasi Merah Putih ini adalah sebagai solusi dari pemerintah dalam upaya perbaikan ekonomi negeri. Namun pada faktanya ini bukanlah solusi yang diharapkan masyarakat. Bantuan berupa pinjaman hanya akan menjebak masyarakat dalam utang. Maka sebetulnya program Koperasi Merah Putih ini cenderung tidak memberikan solusi, justru memunculkan masalah baru. Hal ini bukannya meringankan beban masyarakat, namun justru menambah beban karena harus hidup dalam bayang-bayang utang. 

Banyak masyarakat menyambut pesimis pembentukan Koperasi Merah Putih ini. Dalam himpitan ekonomi saat ini, yang masyarakat perlukan sebetulnya adalah harga murah, bantuan gratis sarana dan prasarana terutama pada sektor penunjang ekonomi, luasnya lapangan kerja serta gratisnya pelayanan pada kebutuhan pokok masyarakat (pendidikan, kesehatan dan keamanan) . 

Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, khususnya di Kabupaten Paser sendiri memiliki tambang batu bara yang besar. Apabila tambang tersebut dikelola oleh Pemerintah dimana hasilnya digunakan untuk rakyat, tidak diprivatisasi oleh oligarki, maka sudah cukup untuk menopang bahkan memajukan ekonomi masyarakat di sekitar tambang khususnya. Sehingga bantuan dalam bentuk pinjaman seperti yang dilakukan koperasi tidak diperlukan. 

Lebih dari itu, Koperasi Merah Putih ini adalah badan usaha yang haram dijalankan karena menjalankan pinjaman yang bersifat ribawi dan bertentangan dengan syariat Islam. Seharusnya negara Muslim dimana mayoritas penduduknya Islam, paham bahwa riba adalah haram dan dosanya sangat besar. 

Banyak ayat di Al Qur’an yang menjelaskan terkait riba, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 275, yaitu : 

“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu ia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”

Sedangkan dari sisi koperasinya, menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, koperasi hukumnya haram karena dua alasan, pertama, karena pada saat pendirian koperasi, tidak terdapat akad yang syar’i sebagaimana akad syirkah. Pada koperasi, kesepakatan untuk mengumpulkan modal dari para pendiri koperasi (syarik mal), namun tidak terdapat pihak pengelola modal (syarik badan) pada awal akad itu. Dalam akad syirkah, sejak awal akad wajib ada pihak pengelola modal (syarik badan). 

Kedua, sistem bagi hasil koperasi tidak sesuai dengan cara bagi hasil dalam syirkah. Dalam syirkah, bagi hasil mengacu pada modal atau kerja, atau sekaligus pada modal dan kerja. Sementara pada koperasi, bagi hasil tidak mengacu pada modal dan/atau kerja, melainkan pada kuantitas penjualan produk ke pasar (pada koperasi pemasaran), atau kuantitas belanja anggota koperasi (pada koperasi pembelian), atau kuantitas kredit yang diambil anggota ditambah bunga dan bea administrasi (pada koperasi simpan pinjam). 

Beginilah potret kehidupan dalam sistem sekulerisme-kapitalisme, sebuah sistem rusak yang berdiri diatas hukum-hukum buatan manusia yang lemah dan penuh hawa nafsu. Masalah akan terus bermunculan, solusi yang diberikan tidak akan menyelesaikan masalah justru menambah masalah baru, karena sekulerisme-kapitalisme yang menjadi akar masalah pada kehidupan ini. 

Hal ini akan berbeda jika umat hidup di dalam negara yang menerapkan sistem Islam, yakni negara Khilafah. Negara Khilafah akan menjalankan peran strategisnya sebagai pe-riayah (pengurus dan pelayan rakyat) sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR. Al Bukhari).”

Oleh karenanya, penguasa dalam Khilafah akan sangat serius dan bersungguh-sungguh memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemenuhan kebutuhan tersebut berupa harga-harga murah, stok barang melimpah, luasnya lapangan kerja, bantuan modal usaha gratis, akses pendidikan yang mudah serta gratis, dan sebagainya. 

Pemenuhan kebutuhan masyarakat memang membutuhkan dana yang besar. Namun, khilafah juga memiliki sumber pendapatan yang banyak, yaitu dari jizyah, fai, kharaj, ganimah, pengelolaan SDA, dan sebagainya. Dengan demikian, khilafah yang menjalankan sistem ekonomi Islam akan sangat mungkin membawa ekonomi negeri menjadi maju dan terdepan, seperti yang pernah terjadi dalam sejarah 13 abad masa kejayaan Islam. 

Maka, Koperasi bukanlah solusi mengatasi ekonomi negeri. Hanya penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan institusi negara Khilafah yang akan mampu menyelesaikan berbagai masalah umat hari ini, termasuk masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan tuntas dan penuh berkah.**

 

Wallahu a’lam bishshowab

You cannot copy content of this page